Saturday, September 24, 2011

The Power of Six Siblings

Sudah lama memang gue tidak menyentuh blog ini.. Menurut gue, sudah saatnya gue menuangkan apa yang ada di otak gue sekarang. Gue akan menulis sebuah cerpen yang menceritakan tentang kekuatan sebuah keluarga, terutama 6 kakak-beradik yang berusaha untuk bangkit dari kejadian menyakitkan yang baru saja terjadi. Gue mendapatkan inspirasi untuk membuat cerita ini dari kejadian yang baru terjadi pada saudara-saudara sepupu gue. Mereka baru saja kehilangan mama tercintanya. Tapi cerita yang akan gue buat ini tidak 100% dari kejadian mereka. Cerita ini hanya merupakan karangan fiktif belaka. Nah, apa kejadian yang membuat mereka begitu hebat? -Stay Tune-

THE POWER OF SIX SIBLINGS

MIMPI BURUK ABBY
November 24th, 2010 - 01.00 a.m. 

Abby terbangun dari mimpi buruknya lagi. Lisa yang tidur bersebelahan dengannya ikut terbangun. 
"Apa yang terjadi Abby? Mimpi buruk lagi?", tanya Lisa yang berusaha menenangkan Abby dengan mengelus rambutnya. 
"Iya.. Mimpi itu terus datang, dan aku mempunyai perasaan buruk tentang mimpi itu.", balas Abby.
"Sudahlah Abby, itu hanya sebuah mimpi. Kembalilah tidur, siang hari kita harus pergi untuk membeli barang persiapan untuk Thanksgiving besok.", jawab Lisa. 
Akhirnya Abby berusaha untuk kembali tidur. Walaupun selama setengah jam ia masih terlihat gelisah dan belum tidur dengan nyenyak, akhirnya ia tertidur sampai matahari bersinar. 

"Lisa, kau harus membangunkan Abby. Ini sudah hampir siang dan kita harus pergi ke Jill's Market sebelum Turkey yang akan kita beli habis.", kata Dave.
"Biarkan dia tidur beberapa menit lagi. Tadi subuh ia kembali terbangun dari mimpi buruknya. Sepertinya mimpi buruk itu semakin parah keadaannya." balas Lisa dengan ekspersi kecemasan yang tidak dapat ditutupi.
Dave membalasnya dengan tujuan untuk menenangkan Lisa, "Itu mungkin karena dia sedang memikirkan banyak hal. Dia akan segera naik ke kelas 10. Hal itu wajar saja terjadi kepada remaja pada umumnya. Mereka pasti gugup karena akan bertemu dengan lingkungan baru." 

Tiba-tiba terdengar suara motor datang. Dave dan Lisa terlihat mengintip dari jendela untuk mengetahui siapa yang baru saja datang. Seorang laki-laki tinggi dan kurus terlihat sedang menaruh motornya di tempat parkir, tepat di sebelah mobil dan pekarangan. Laki-laki itu melepas helmnya dan jalan menuju pintu rumah. Ia masuk dan memberikan salam hangat kepada Lisa dan Dave. Ternyata laki-laki itu bernama Tony dan ia adalah saudaraku yang lain. Ah, maafkan aku karena lupa untuk mengenalkan siapa diriku yang menceritakan keadaan barusan. Namaku adalah Bre dan aku juga merupakan salah satu dari saudara di keluarga ini. Yah memang kami memiliki banyak saudara. Aku sendiri anak ke-3 di keluarga ini. Aku sekarang sudah berumur 20 tahun dan sedang berkuliah di salah satu universitas negeri di kota ini. Aku mengambil jurusan sejarah dan sedang berusaha untuk mengejar masa kelulusan 3.5 tahun. 

5 SAUDARA YANG LAIN
Baiklah, aku akan memperkenalkan seluruh kakak dan adikku yang sungguh luar biasa jumlahnya. Aku sudah terbiasa mendengar reaksi orang yang kaget ketika mendengar jumlah saudara yang kumiliki. Hal ini terjadi karena di lingkungan tempat aku tinggal, belum ada yang mempunyai anak sebanyak jumlah saudara yang kumiliki. Aku sendiri tinggal di kota yang kecil. Semua orang yang tinggal di kota ini mengenal orang yang lainnya. Kota ini sudah menjadi tempat tinggal leluhurku sejak dulu dan aku memang merasa sangat nyaman tinggal di kota ini. Balik mengenai jumlah saudara yang aku miliki. Anehnya, aku merasa jumlah saudaraku tidak terlalu berlebihan. Aku mempunyai 5 orang saudara, denganku menjadi 6. Dave merupakan kakakku, yang artinya ia adalah anak paling besar di keluarga. Ia sudah berumur 22 dan sekarang sedang bekerja di salah satu toko obat di kotaku. 

Lisa merupakan kakakku yang kedua. Ia begitu cantik, persis seperti model yang ada di majalah Vogue. Ia tinggi, langsing dan begitu menawan. Ia baru berumur 21 tahun dan banyak lelaki di luar sana yang tergila-gila dengannya. Sayangnya, ia cukup selektif dalam menemukan cintanya. Terkadang aku begitu mengagumi kecantikannya, sampai-sampai aku ingin mengajak dia keliling kota dan memperkenalkannya ke seluruh orang di kota. Siapa tau aku bisa kecipratan dilirik juga oleh laki-laki. Masalahnya, aku sudah single hampir 2 tahun. Laki-laki yang terakhir bersamaku sangat brengsek. Akan kuceritakan nanti dengan cerita-cerita yang lain. Lanjut ke saudara yang lain. Adikku yang tepat di bawahku bernama Tony dan Clay. Mereka adalah anak kembar yang sungguh mempunyai kepribadian sangat berbeda. Mereka berumur 18 tahun dan baru saja masuk ke dunia perkuliahan. Tony merupakan sosok laki-laki yang sangat nakal, jorok, tidak bertanggung jawab, dan suka bermain dengan wanita. Ia sangat malas dan susah untuk dikontrol, cocok dengan jurusan kuliahnya yang tidak memerlukan banyak waktu untuk belajar. Ia mengambil jurusan olahraga di tempat kuliahnya. Anehnya untuk urusan olahraga, ia memang jagoannya di keluarga ini. Sedangkan Clay, ia merupakan laki-laki dengan pembawaan ramah dan bertanggung jawab. Ia menjadi presiden di sekolahnya saat masih duduk di bangku SMA. Ia sangat aktif dalam kegiatan organisasi dan memilih tidak serius untuk masalah asmara. Satu-satunya hal yang sama dari mereka berdua ialah ciri fisik mereka. Mereka sama-sama kurus dan tinggi.

Adikku yang terakhir bernama Abby. Ia baru berumur 15 tahun dan sedang berada di tahun terakhirnya di SMA. Ia sosok remaja yang sangat pendiam, tidak seperti dulu yang sangat ceria. Ia menjadi remaja yang sangat cemas dan lebih suka menyendiri. Ia jadi pemalu dan tidak percaya diri. Kepribadiannya seolah-olah berubah 180 derajat sejak insiden yang terjadi 2 tahun lalu. Hal yang terjadi pada Abby sangat mengkhawatirkan kami, saudara-saudaranya. Kami sudah coba untuk berbicara dengannya, menemaninya, dan membuatnya senang dengan berbagai cara. Sayangnya, sampai saat ini belum ada cara yang berhasil, yang dapat mengembalikan kepribadiannya seperti dulu.

Aku sendiri merupakan wanita biasa, dengan perawakan biasa, tinggi biasa, dan semuanya serba biasa. Aku memang mudah terbiasa dengan segala kejadian yang ada. Tapi itu bukan berarti aku wanita yang tangguh. Aku sangat sensitif dan mudah menangis. Hal sekecil apapun dapat membuat emosiku bergejolak sangat dahsyat. Sudah cerita tentang aku, memang tidak ada yang menarik dengan aku. Tapi akan menarik jika kalian melihat dinamika yang terjadi ketika kami ber-6 berkumpul. 

Jika kalian perhatikan, aku memang tidak menceritakan mengenai orang tua kami. Bukan berarti kami tidak pernah mengenalnya. Tetapi karena kami tidak ingin membuka lembaran lama yang sungguh buruk adanya. Kami sedang berusaha untuk terus maju menjalani kehidupan. Sekarang keadaan sudah jauh lebih baik dari keadaan 2 tahun yang lalu, maupun sebelumnya. Banyak orang tidak tahu mengenai kejadian 2 tahun yang lalu dan hal itu menjadi rahasia besar yang ada di keluargaku. 

RAHASIA BESAR
July 12th, 2008 - 11.00 p.m.

Jalan begitu gelap malam itu. Salju sedang turun dan angin bertiup sangat kencang. Kami sedang berada 10 mil dari Ann Arbor, Michigan. Ayah dan ibu duduk di bagian depan, ayah yang mengemudikan mobil saat itu. Di bagian tengah, ada Dave, aku dan Lisa. Bagian belakang ada Abby, Tony, dan Clay. Lisa, Abby, Tony, dan Clay terlihat sedang tertidur pulas. Malam itu kami baru saja pulang dari salah satu kota di Ohio. Ini merupakan ide ayah dan ibu untuk mengajak kami berjalan-jalan. Mereka memang sangat suka berjalan-jalan dan jalan-jalan memang sudah menjadi tradisi di dalam keluarga ini sejak lama. Tapi kami sekeluarga tidak pernah benar-benar merasa dekat satu-sama lain, kecuali dengan ayah dan ibu. Ayah dan Ibu merupakan sosok orang tua yang sangat sempurna di mataku. Tidak ada yang salah dari mereka. Mereka sangat penyayang dan pengertian terhadap anak-anaknya. Tapi anehnya, tidak ada dari kami ber-6 yang saling dekat satu dengan lain. Seolah-olah kami memiliki dunia kami masing-masing. Seolah-olah di rumah hanya ada ayah, ibu dan diri kami masing-masing. Kami sangat jarang berbincang dan bercerita mengenai apa yang baru kami alami di sekolah. Intinya adalah kami tidak dekat satu sama lain. 

Saat itu, aku dan Dave masih terbangun dan mendengar perbincangan ayah dan ibu. Mereka membicarakan mengenai rencana liburan berikutnya. Mereka terlihat sangat semangat saat menyepakati untuk pergi ke Hawaii pada liburan berikutnya. "Yay..!", itu yang kuucapkan dengan ekspersi muka datar. Bayangkan saja, pergi ke Hawaii dengan 5 orang lainnya yang kau tidak dekat. Itu sudah seperti pergi dengan orang asing. Aku sudah pusing untuk memikirkan apa yang akan terjadi nantinya. Dave juga memancarkan ekspresi pasrah dan tidak semangat. 

Tiba-tiba dari kejauhan terlihat ada rusa yang sedang berjalan di tengah-tengah jalan kecil itu. Keadaan jalan yang saat itu sangat licin karena salju menyebabkan ayah sangat susah untuk mengerem mobilnya. Tapi untungnya ayah masih dapat mengendalikan mobilnya. Saat itu jantungku mau copot rasanya. Aku berusaha untuk tidur, tapi aku tetap tidak bisa. Akhirnya aku mengambil Ipod ku dan mendengarkan lagu sambil mengunyah permen karet. 

"AHHHHHHHHHHHH......!!", tiba-tiba Ibu menjerit ketakutan dan suara itulah yang terakhir kali aku dengar, karena setelah itu semuanya menjadi gelap.
"Bre!! Bre!! Bangunnnn! Bangunn Bre!! Oh Tuhan, selamatkanlah Bre!!", terdengar suara Lisa samar-samar. Saat itu aku merasa sangat pusing dan tidak dapat membuka mata, rasa dingin yang menusuk membuatku sulit untuk merasakan hampir seluruh bagian tubuhku. 
"Ahhhhhhhhh!! Tidakkk!!!! Ayahhh! Ibu!!!!!!! AhhhhHHH!!!", teriakan-teriakan itu terus terdengar selama beberapa menit. Aku masih sangat pusing dan tidak dapat berpikir apa-apa, rasanya semuanya terhapus dari memoriku. Setelah aku berusaha keras untuk membuka mata, akhirnya aku berhasil membuka mata dan menggerakkan jari-jariku. "Lisa, apa yang terjadi?", kataku.
"Oh Tuhan, terima kasih Tuhan! Bre, apa kau baik-baik saja? Bre, apakah ada bagian yang sakit?", jawab Lisa dengan matanya yang masih terus basah karena air matanya terus mengalir deras.
"Aku baik-baik saja Lisa. Apa yang terjadi?", balasku lagi. 
"Kita mengalami kecelakaan Bre. Ayah... Ayah... Ayah sudah pergi Bre.. Ayah sudah pergi....!", teriak Lisa sambil terisak-isak sampai suaranya tidak terdengar begitu jelas. 

Apa yang dikatakan oleh Lisa sangat tidak dapat masuk ke akal sehatku. Aku merasa sedang di dalam dunia mimpi. Hal terakhir yang kuingat ialah aku sudah hampir tertidur sambil mendengarkan lagu di Ipodku. Mengapa tiba-tiba Lisa berkata Ayah sudah tidak ada? Apa yang terjadi sebenarnya? Saat itu sebagian diriku merasa ini hanya mimpi, sebagian lagi hancur berantakan karena rasa takut bahwa ini bukanlah sebuah mimpi.

"Bre, apa kau baik-baik saja? Kita membutuhkan bantuanmu untuk mencari bantuan Bre.. Pergilah dengan Lisa untuk mencari bantuan.. Kami akan tetap di sini untuk mengurus Ayah dan Ibu.", kata Dave yang membangunkanku dari lamunanku. Sejak saat itu, aku baru tersadar bahwa ini bukanlah sebuah mimpi. Ini benar-benar terjadi. Aku mengalami kecelakaan dan ayahku sudah pergi. Walau rasanya seperti mimpi, tapi aku mulai yakin bahwa ini bukanlah sebuah mimpi. Aku pergi dengan Lisa untuk mencari bantuan. Selama perjalanan, aku jalan dengan tatapan kosong dan dengan air mata yang terus mengalir tak bisa berhenti. Rasa dingin yang menusuk tulang sudah tidak terasa lagi sekarang. Luka yang sempat membuat kepalaku berdarah sudah beku karena udara dingin. Lisa yang sejak tadi mengajakku berbincang sambil menangis sudah tidak kuperhatikan lagi. Aku hanya dalam kekosonganku sekarang. Aku seakan terjebak dalam pikiranku sendiri. 

Setelah beberapa jam kami terjebak, terdengar suara helikopter datang menjemput kami dan membawa kami ke rumah sakit terdekat. "Bre, Lisa, Dave, Tony, Clay, Abby..!!! Apa kalian baik-baik saja??! Apa kalian sudah diperiksa??! Apa kata dokter??! Mana ayah dan ibumu???", terdengar suara Bibi Ann yang rumahnya memang berada di Michigan. Ia terlihat begitu panik dan khawatir terhadap keadaan kami. Bibi Ann sendiri ialah adik dari ibu. Ia memang merupakan keluarga dekat kami. Sejak kecil kami senang bermain dengannya. "Kami tidak apa-apa bibi Ann. Kami baik-baik saja, sudah diperiksa tadi.", kata Dave yang terlihat begitu tegar. Dave memang merupakan sosok laki-laki yang sangat tegar. Aku sendiri belum melihat Dave meneteskan sebuah air matapun. Tak tahu dia terlalu tegar, malu atau malah tidak punya hati. "Lantas, bagaimana dengan ayah dan ibu kalian? Dimana mereka? Bibi mau melihat mereka..", kata Bibi Ann yang sepertinya kata-kata Dave barusan tidak menurunkan rasa cemasnya. "Ayah.. Ayah sudah pergi.. Ibu.. Ibu masih kritis di ruang ICU.", jawab Lisa yang kembali menangis terisak-isak. "Apa?!!!! Ayah kalian sudah pergi?!!! Kenapa bisa begini??! Kenapa??????!!", teriak Bibi Ann dengan histeris. Aku sendiri berusaha untuk menenangkannya, tapi tampaknya usahaku tidak membantu banyak. Ia malah sempat pingsan beberapa kali karena mengetahui keadaan ibuku yang semakin memburuk. 

Aku sendiri sangat bingung dengan air mata ini yang nampaknya tidak pernah habis-habisnya mengalir. Tony, Clay dan Abby tampak sangat letih. Aku sendiri untuk pertama kalinya merasa sangat kasian dan perduli dengan mereka. Untuk pertama kalinya aku merasa bahwa mereka adalah saudara-saudaraku. Untuk pertama kalinya aku mulai sadar bahwa aku sudah tidak bertiga lagi, aku-ibu-dan ayah. Apa yang menyebabkan aku tiba-tiba merasa tidak sendirian lagi? Apakah karena sosok aku bersandar sudah tidak ada? Apakah ini yang dinamakan unconditioned love? Aku sendiri masih tidak bisa menemukan jawabannya saat itu. Aku masih terlalu bingung untuk mencari jawabannya. Untungnya kami ber-6 tidak ada yang mengalami cidera serius. Paling parah adalah tangannya Clay yang retak. Aku akhirnya memberanikan diri untuk berunding dengan Lisa dan Dave. Aku berkata bahwa mungkin lebih baik kami semua pergi ke Chapel untuk berdoa dan setelah itu mengantar Abby, Tony dan Clay untuk beristirahat. Lisa dan Dave tampak setuju dengan usulku. Akhirnya kami semua menuju Chapel untuk berdoa, dan setelah itu mengantar Abby, Tony dan Clay ke penginapan terdekat. Aku, Dave dan Lisa akan bergantian menjaga Ibu, mengurus Ayah, dan menjaga saudara kami yang lain. 

"Maaf, kami sudah melakukan apa yang kami bisa. Ibu kalian mengeluarkan darah yang terlalu banyak dalam kecelakaan itu dan ia sudah tidak ada sekarang.", kata dokter yang baru saja keluar dari ruangan ICU. Kata-kata itu seperti membuat jantungku jatuh dan berhenti berdetak selama beberapa menit. Tanganku gemetar dan dingin. Air mataku lagi-lagi mengalir dengan deras. Aku, Lisa dan Dave berdiri terpaku tanpa mempunyai bayangan apa yang harus kami katakan, maupun pikirkan. Tak berapa lama, Dave pergi untuk mengurusi masalah pemakaman ayah dan ibu. Lisa menemaniku di depan ruang ICU yang sangat dingin waktu itu. Malam itu, akhirnya kami ber-6 berkumpul dan mengelilingi ayah dan ibu yang tidur bersebelahan. Wajah mereka begitu bahagia dan seperti memancarkan sinar dari surga. Tidak ada tanda-tanda sedikitpun kulit mereka membiru atau memucat. Mereka benar-benar hanya seperti tidur. 

Kami ber-6 dan Bibi Ann, dengan beberapa kerabat lainnya kembali menangis tersedu-sedu saat jasad mereka sudah ingin diturunkan ke tanah. Mereka akan segera dikebumikan, dan kami tidak akan melihat mereka lagi. Kami sudah tidak dapat lagi mendengar kata-katanya, mendengar semangat mereka dalam merencanakan liburan. Kami pasti akan merindukan hal-hal tersebut. Hati kami hancur dan hampa pada saat itu. Tapi entah mengapa, kami tahu bahwa kami tidak sendirian. Kami masih ber-6.

KEKUATAN SESUNGGUHNYA
Sejak kejadian itu, hari-hari yang kulewati semuanya nampak tak bermakna. Aku sangat tidak bersemangat dalam melanjuti hidup ini. Hal yang paling kusesali sendiri adalah bahwa aku belum sempat meminta maaf dan membahagiakan mereka dengan sungguh-sungguh. Aku sangat sedih karena keadaan di rumah sangat berubah, biasanya terdengar suara ibu dan ayah yang bergema ke seluruh isi rumah, tapi sekarang sudah tidak ada lagi. Tapi suatu hari Dave ingin kami semua berkumpul. Kami berkumpul di ruang makan, tanpa tahu apa yang ingin dibicarakan oleh Dave. "Keadaan sudah tidak sama lagi. Kita harus menyesuaikan diri. Aku menemukan surat ini di lemari ayah dan ibu, dan untuk pertama kalinya aku menangis tersedu-sedu di kamar mereka. Ini yang mereka tulis... 

Anak-anakku yang sangat kami cintai. Kami sadar bahwa selama ini kalian terlihat tidak dekat satu sama lain. Aku hanya ingin kalian mengingat beberapa hal, kalian adalah saudara. Apa yang lebih baik dari itu? Situasi apapun, kalian adalah tetap saudara. Darah kalian yang mengalir sekarang berasal dari sumber yang sama. Kalian tidaklah sendiri. Kalian memiliki satu sama lain. Kalian harus kuat karena kalian ber-6. Lihat betapa fantastis jumlah yang kami ciptakan. Ingatlah itu anak-anakku. Kami sengaja membuat pesan terakhir ini, karena siapa yang tahu umur ayah dan ibu akan sampai berapa. Umur ada di tangan Tuhan dan percayalah saat kalian baca surat ini, kami sudah sangat bahagia. - Love, Dad and Mom.", terdengar suara Dave yang bergetar saat membacakan surat ini. 

Sesaat setelah Dave membacakan surat itu, rasanya seperti ada hantaman batu yang besar ke kepalaku. Aku langsung tersadar semua kenangan-kenangan yang terjadi saat ayah dan ibu masih ada. Mereka sangat berusaha keras untuk menyatukan kami ber-6. Mereka sering bertindak konyol hanya untuk melihat kami ber-6 tertawa bersama. Kenangan-kenangan itu kembali menghancurkan hatiku berkeping-keping. Tapi itu tidak berlangsung lama, karena aku sadar sekarang bahwa aku tidak sendiri dalam menghadapi situasi. Aku dan saudara-saudaraku akan keluar dari segala rintangan ini. Kami semua sudah dibesarkan oleh orang tua yang sangat hebat dan luar biasa. Kami yakin kami akan kembali bangkit. 

Aku tadinya mempunyai seorang pacar yang bernama Jack. Tapi ia adalah seorang laki-laki brengsek yang tidak punya hati. Ia meninggalkanku sesaat setelah orangtuaku meninggal. Ternyata selama ini ia hanya ingin bersamaku dalam keadaan senang dan bahagia. Untung aku belum sempat termakan cinta buta dan menikah dengannya. Entah apa yang akan terjadi jika aku menikah dengannya. Sungguh hal tersebut mengubah pandanganku terhadap orang lain di luar sana. Benar seperti yang orang tuaku bilang, saudara akan tetap menjadi saudara sampai kapanpun. Ada hubungan darah yang mengikat. Sedangkan Jack?! Memikirkannya saja membuatku ingin muntah. Tapi aku sudah tidak memikirkannya lagi, aku sudah berhasil melupakannya,


Sejak saat Dave membacakan surat itu, kami ber-6 menjadi begitu dekat. Dave mulai kuliah sambil bekerja, begitu pula dengan Lisa. Aku yang saat itu baru lulus SMA dan masuk ke dunia perkuliahan, mulai bantu mencari uang dengan menjadi pengasuh panggilan. Tony, Clay, dan Abby masih terlalu muda saat itu untuk memusingkan berbagai hal semacam ini. Mereka harus tetap menikmati masa-masa sekolah mereka. Abby memang terlihat sangat terguncang karena kejadian ini dan berubah total. Tapi kami tidak pernah berhenti untuk menghiburnya dan mengajaknya jalan-jalan, untuk sekedar melupakan kenangan buruk itu. Setiap akhir pekan, kami selalu pergi bersama entah ke karnaval, nonton film, makan bersama, atau kemanapun tempat yang membawa kebahagiaan. Kebersamaan yang terbangun diantara kami ber-6 sungguh membantu banyak. Keadaan yang dapat saja berubah semakin buruk setelah perginya kedua orang tua kami, berubah menjadi sangat baik dan terkendali. 

SAAT INI
Itulah rahasia besar keluargaku yang sudah disimpan selama dua tahun. Rahasia ini paling hanya diketahui oleh tetangga-tetangga terdekat dan keluarga kami. Kami berusaha untuk tidak secara besar-besaran menceritakan ini kepada semua orang, karena kami tidak mau dikasihani oleh orang-orang. 

Satu minggu setelah Thanksgiving sudah berlalu. Keadaan semakin baik setiap harinya. Abby sudah tidak lagi mimpi buruk dan memang benar kata Dave, ia hanya gugup menghadapi masa SMAnya yang akan segera dihadapinya. Ia juga sudah terlihat lebih ceria setelah mendapatkan beberapa orang teman dari sekolah barunya. Yakinlah bahwa kekuatan beberapa orang memang akan lebih hebat dari hanya kekuatan satu orang, terutama kekuatan orang-orang yang kau cintai. Aku sudah tidak khawatir lagi sekarang. Aku sangat bahagia dengan kebersamaan yang tercipta diantara kami ber-6. Kami akan terus melanjutkan kehidupan. 

Cast :
Dave - Sibling 1
Lisa - Sibling 2
Bre - Sibling 3
Tony - Sibling 4
Clay - Sibling 5
Abby - Sibling 6
Mom
Dad
Bibi Ann - Mom's Sibling
Jack - Bre's Ex Boyfriend

-Irwan Tanuwijaya-


Yup, itulah cerpen yang gue tulis. Tokoh dan lokasi memang gue pilih di US. Entah kenapa gue sangat suka membaca cerita terjemahan, ada suatu esensi bahasa yang membuat gue bersemangat. Haha. Maaf banget kalo masih banyak kesalahan dalam pembahasaan, maupun teknik penulisan (seperti tata bahasa dan letak titik, koma --> sungguh itu kekurangan gue yang amat sangat.. hehe.) 

Gue cukup semangat dalam menulis cerita ini karena gue sekalian mau menyampaikan beberapa poin penting menurut sudut pandang gue. Pertama itu adalah mengenai cinta. Pasti uda sering denger deh pepatah klasik ini. Yah emang pepatah ini sering banget disuarakan, maka dari itu pepatah ini cukup bermakna. Pepatahnya itu berkata bahwa 'seringkali kita tidak menyadari betapa cintanya kita kepada seseorang, sampai saat orang itu sudah pergi'. Menurut gue pepatah ini cukup masuk akal. Jadi sayangilah orang tuamu, saudaramu, teman-temanmu sebelum terlambat. Gue sendiri sedang sangat mencoba, hehe jadi belum bisa dibilang berhasil. Mari kita coba bersama-sama spread the love. :)

Kalo kagak salah yah, menurut salah satu tokoh psikoanalisis Erich Fromm, ia pernah berpendapat bahwa cinta itu merupakan elemen penting yang dapat menyelesaikan segala permasalahan di dunia. Dunia itu sangat membutuhkan cinta untuk menyelamatkan isinya. --> kira2 begitulah esensi yang gue tangkap, entah benar atau nggak. haha 

Sekian dari gue, sekali lagi minta maap kalo masih ada salah-salah kata atau malah jadi galau bacanya. hehe.